Sebuah paradoks yang ironis sering terjadi di tengah masyarakat kita: mengeluh tidak punya uang untuk biaya study tour anak atau membeli makanan bergizi, namun selalu ada dana untuk membeli sebungkus rokok atau beberapa saset kopi setiap hari. Fenomena ini bukan lagi sekadar anekdot, melainkan sebuah fakta ekonomi yang terkonfirmasi oleh data.
Bukan Sekadar Opini: Ini Datanya!
Sumbangan Rokok Terhadap Kemiskinan: Rokok kretek filter menyumbang 12,14% pada Garis Kemiskinan di perkotaan dan 11,35% di perdesaan. Angka ini jauh lebih besar dari sumbangan komoditas protein seperti daging (1,97%) dan telur (3,44%). Prioritas Pengeluaran: Data menunjukkan bahwa secara rata-rata, pengeluaran rumah tangga miskin untuk tembakau dan sirih enam kali lipat lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk daging, dan hampir setara dengan gabungan pengeluaran untuk telur dan susu. Beban Finansial: Seperti yang disorot Mardigu, jika pengeluaran untuk rokok dan kopi saset digabungkan, angkanya bisa mencapai 20% dari total pendapatan bulanan keluarga ekonomi bawah. Ini adalah alokasi yang sangat besar untuk pos pengeluaran non-primer.
Lingkaran Setan: Mengapa Ini Terjadi?
Pelarian Sesaat (Instant Gratification): Bagi pekerja dengan tekanan tinggi dan pendapatan rendah, kenikmatan dari sebatang rokok atau secangkir kopi seringkali menjadi satu-satunya kemewahan atau cara melepas stres yang terjangkau dan instan. Kebutuhan Sosial: Aktivitas "ngopi" dan "merokok" telah menjadi bagian dari ritual sosial di banyak komunitas. Tidak ikut serta bisa berarti terasing dari pergaulan. Kecanduan: Nikotin dalam rokok adalah zat adiktif yang membuat penggunanya sangat sulit untuk berhenti, bahkan ketika kondisi finansial sedang terdesak.
Apa Solusinya? Dari Hiburan Gratis Hingga Kesadaran Finansial
Peningkatan Literasi Finansial: Edukasi mengenai dampak akumulatif dari pengeluaran kecil. Uang Rp20.000 per hari untuk rokok dan kopi terasa sepele, namun dalam sebulan menjadi Rp600.000—angka yang setara dengan garis kemiskinan per kapita nasional (Rp 609.160 per Maret 2024). Kebijakan yang Mendukung: Pemerintah perlu menciptakan kondisi ekonomi yang lebih baik dan alternatif lapangan kerja agar masyarakat tidak terus-menerus berada dalam tekanan finansial yang mendorong mereka ke perilaku konsumtif yang tidak sehat.