Sebuah konflik bersenjata kembali meletus di perbatasan antara Thailand dan Kamboja, dua negara tetangga di Asia Tenggara. Insiden yang dimulai dari ledakan ranjau darat ini dengan cepat meningkat menjadi pertempuran terbuka yang memakan korban jiwa dan memaksa puluhan ribu warga sipil mengungsi. Lantas, apa sebenarnya yang memicu ketegangan yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad ini?
Dari Ranjau Darat hingga Serangan Jet Tempur
Menurut laporan, ketegangan terbaru dimulai pada 16 Juli 2025, ketika beberapa tentara Thailand terluka parah setelah menginjak ranjau darat saat berpatroli di dekat Chong Bok, sebuah area sengketa di perbatasan. Pihak Thailand segera menuduh Kamboja sengaja memasang ranjau tersebut, sebuah tindakan yang dianggap sebagai ancaman serius terhadap stabilitas kawasan.
Namun, Kamboja dengan tegas menolak tuduhan itu. Mereka mengklaim bahwa ranjau tersebut adalah sisa-sisa perang di masa lalu dan justru menuduh balik pasukan Thailand telah melanggar batas wilayah patroli yang telah disepakati bersama. Aksi saling tuduh ini menjadi "ground zero" yang menyulut kembali api konflik.
Tidak butuh waktu lama, situasi memanas drastis. Pada 24 Juli, pertempuran terbuka pecah. Pihak Kamboja dilaporkan meluncurkan serangan artileri roket, sementara Thailand membalas dengan kekuatan udara, mengerahkan jet tempur F-16 untuk mengebom target-target di wilayah Kamboja. Akibatnya, setidaknya 32 orang tewas, sebagian besar adalah warga sipil, dan ratusan ribu lainnya terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Akar Sengketa: Kuil Kuno di Puncak Bukit
Konflik ini sejatinya bukanlah hal baru. Benih perseteruan telah tertanam selama lebih dari satu abad, berpusat pada klaim atas Kuil Preah Vihear. Kuil Hindu kuno yang megah ini terletak di puncak tebing di Pegunungan Dângrêk, yang secara alami menjadi perbatasan kedua negara.
Meskipun Mahkamah Internasional pada tahun 1962 (dan ditegaskan kembali pada 2013) memutuskan bahwa kuil tersebut berada dalam kedaulatan Kamboja, masalah utamanya tidak pernah benar-benar selesai. Pasalnya, jalur akses yang paling mudah dan layak menuju kuil justru berada di sisi Thailand.
Selain nilai historis dan budayanya, lokasi kuil ini memiliki nilai strategis yang sangat tinggi. Siapa pun yang menguasai area kuil, secara efektif menguasai dataran tinggi yang memberikannya keuntungan militer yang signifikan (vantage point). Inilah yang membuat kedua negara sulit untuk mencapai kompromi permanen.
Upaya Perdamaian dan Harapan di Tengah Ketegangan
Di tengah eskalasi yang mengkhawatirkan, komunitas internasional mulai turun tangan. Malaysia, sebagai ketua ASEAN, telah menyerukan gencatan senjata dan mendesak kedua belah pihak untuk kembali ke meja perundingan. Amerika Serikat juga menyuarakan hal yang sama, meminta penghentian permusuhan segera.
Saat ini, kedua negara dilaporkan sedang mempertimbangkan seruan tersebut. Namun, sejarah panjang ketidakpercayaan dan kepentingan nasional yang mengakar membuat jalan menuju perdamaian sejati masih panjang dan berliku. Sekali lagi, warga sipil-lah yang harus menanggung akibat terberat dari sengketa yang diwariskan dari generasi ke generasi ini.