Rilisnya game Upin & Ipin Universe seharusnya menjadi perayaan besar bagi salah satu IP paling dicintai di Asia Tenggara. Namun, peluncuran tersebut justru diwarnai oleh serangkaian kontroversi yang memicu perdebatan sengit di komunitas gamer. Mulai dari harga yang dinilai tidak masuk akal, masalah teknis yang melimpah, hingga klaim hak cipta yang menimpa para kreator konten.
Menanggapi hal ini, Les' Copaque, studio di balik IP tersebut, akhirnya merilis video tanya-jawab. Namun, alih-alih meredakan situasi, klarifikasi yang diberikan justru membuka diskusi lebih dalam mengenai pemahaman mereka terhadap industri game modern dan ekosistem kreator. Mari kita bedah setiap poinnya berdasarkan data yang ada.
1. Masalah Hak Cipta: Solusi yang Mengorbankan Kreator
Data: Les' Copaque menjelaskan bahwa klaim hak cipta pada video streamer disebabkan oleh musik game yang terdaftar di Content ID YouTube oleh publisher. Solusi yang mereka tawarkan adalah agar para kreator mematikan musik latar (BGM) saat bermain.
Ulasan Kritis: Jawaban ini secara teknis benar, namun secara praktis sangat problematis. Musik dan audio adalah komponen vital yang membangun atmosfer sebuah game. Meminta streamer untuk mematikan BGM sama saja dengan meminta mereka menyajikan pengalaman bermain yang tidak lengkap kepada penontonnya. Ini menunjukkan kurangnya koordinasi antara studio dan publisher sebelum peluncuran. Alih-alih memberikan solusi permanen (seperti memasukkan musik ke whitelist), mereka justru memberikan beban teknis kepada para kreator—pihak yang seharusnya mereka rangkul untuk promosi gratis.
2. Kustomisasi Karakter dan Isu Promosi Windah Basudara
Data: Studio mengklaim telah berkomunikasi secara pribadi (japri) dengan Windah Basudara sebelum menggunakan klipnya untuk promosi, dengan dalih untuk exposure bersama.
Ulasan Kritis: "Japri" bukanlah sebuah izin formal, terutama untuk penggunaan komersial. Pendekatan ini menunjukkan kurangnya pemahaman etika profesional dalam ekosistem kreator digital. Dalam industri di mana konten adalah aset, penggunaan klip tanpa persetujuan eksplisit dan transparan berisiko dianggap eksploitatif. Niat baik untuk "saling menguntungkan" tidak bisa membenarkan proses yang kurang profesional.
3. Masalah Bug: Alasan yang Tidak Cukup Kuat
Data: Les' Copaque berdalih bahwa mereka sudah melakukan tes, namun tidak menduga akan ada 100.000 pemain yang mengungkap bug baru. Mereka berjanji akan merilis perbaikan secara bertahap.
Ulasan Kritis: Alasan "tidak menyangka akan populer" adalah argumen yang sangat lemah di industri game saat ini. Ini mengindikasikan proses Quality Assurance (QA) yang kurang matang atau sumber daya yang tidak memadai untuk skala peluncuran yang besar. Praktik standar industri untuk mengatasi masalah ini adalah melalui fase Early Access. Dengan model ini, pengembang bisa mengumpulkan feedback dari ribuan pemain dan memperbaiki bug sebelum merilis versi penuh dengan harga premium. Keputusan untuk langsung merilis versi final dengan kondisi teknis yang belum siap menunjukkan adanya prioritas yang keliru.
4. Harga Mahal: Jawaban yang Paling Problematis
Data: Terkait harga game yang mencapai Rp 650.000, respons yang diberikan hanyalah, "Udah nice kok."
Ulasan Kritis: Ini adalah jawaban yang paling mengecewakan dan terkesan meremehkan kritik konsumen. Harga sebuah produk digital ditentukan oleh nilai yang ditawarkan dan daya beli target pasarnya. Tanpa memberikan justifikasi rasional—seperti biaya pengembangan yang tinggi, fitur inovatif, atau perbandingan dengan game sejenis—jawaban tersebut terdengar defensif dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap persepsi pasar, terutama di Asia Tenggara. Harga yang "nice" seharusnya divalidasi oleh konsumen, bukan dideklarasikan sepihak oleh pengembang.
Kesimpulan Akhir
Video klarifikasi dari Les' Copaque, alih-alih menjadi jembatan komunikasi, justru memperlihatkan adanya kesenjangan pemahaman yang signifikan antara studio dengan audiensnya. Respons yang diberikan terasa reaktif dan kurang mendalam, gagal menangkap esensi dari kritik yang dilontarkan komunitas.
Pada akhirnya, kontroversi ini bukanlah tentang kebencian terhadap IP Upin & Ipin, melainkan tentang ekspektasi konsumen terhadap produk yang dijual dengan harga penuh. Pelajaran berharga bagi Les' Copaque dan pengembang lain adalah pentingnya transparansi, perencanaan matang, dan yang terpenting, mendengarkan pasar sebelum menyatakan bahwa harga produk mereka "sudah nice kok."