Sumpah, timing Sasa kali ini benar-benar level dewa. Di saat jagat maya lagi riuh rendah membahas kontroversi "Animasi Merah Putih: One For All"—yang banjir protes karena dugaan plagiat dan kualitas visual yang dianggap belum layak tayang di bioskop—Sasa dengan tenangnya muncul dari dapur. Bukan dengan klarifikasi atau drama, tapi dengan sebuah karya. Dan karya mereka, sebuah iklan animasi berdurasi satu menit, justru terasa jauh lebih "bioskop" daripada yang benar-benar tayang di bioskop.
Ini bukan sekadar kebetulan. Ini adalah sebuah statement yang sangat kuat, sebuah jawaban telak atas keresahan publik. Mari kita bedah faktanya.
Kekecewaan publik terhadap animasi "One For All" berakar pada dua hal: orisinalitas dan standar. Audiens merasa ide ceritanya terlalu mirip dengan karya lain, dan yang lebih fatal, kualitas animasinya dianggap tidak sepadan dengan promosinya yang megah. Di sinilah iklan Sasa masuk sebagai antitesis yang sempurna, memberikan "masterclass" tanpa perlu menggurui.
Pertama, mari bicara soal orisinalitas cerita. Di saat yang lain mungkin melirik formula luar, Sasa justru menggali harta karun yang ada di halaman belakang rumah kita: tradisi Lomba Menghias Tumpeng saat 17 Agustus. Ini adalah sebuah ide yang 100% Indonesia, hangat, dan langsung terkoneksi dengan memori kolektif seluruh bangsa. Tidak ada celah untuk tuduhan plagiat, karena cerita ini adalah milik kita semua. Ini adalah bukti nyata bahwa untuk membuat narasi yang kuat, kita tidak perlu mencari jauh-jauh; cukup lihat ke dalam budaya kita sendiri.
Kedua, dan ini yang paling menohok, adalah soal standar kualitas. Inilah jawaban paling keras dari Sasa. Mereka menunjukkan apa artinya "standar". Coba perhatikan detail-detail kecil dalam animasi mereka: pantulan cahaya saat beras dicuci, tekstur nasi kuning yang pulen saat diaduk, hingga ekspresi tulus dari anak-anak sekolah dasar. Setiap frame digarap dengan riset visual dan dedikasi yang serius. Ini bukan lagi "animasi seadanya untuk iklan," ini adalah animasi yang dibuat dengan rasa hormat terhadap mediumnya dan, yang terpenting, terhadap penontonnya.
Fenomena ini menjadi sebuah perbandingan yang ironis. Di satu sisi, ada sebuah proyek ambisius yang berhasil masuk bioskop namun menuai kritik tajam karena kualitasnya. Di sisi lain, ada sebuah brand bumbu dapur yang hanya merilis karyanya di YouTube, namun berhasil menetapkan standar visual dan penceritaan yang jauh lebih tinggi. Sasa tidak hanya "memasak" nasi kuning di dalam iklannya, mereka sedang "memasak" sebuah standar baru yang seharusnya menjadi acuan.
Mereka membuktikan bahwa karya yang hebat tidak ditentukan oleh label "film bioskop" atau durasi yang panjang. Karya yang hebat ditentukan oleh kedalaman riset, ketulusan cerita, dan komitmen pada kualitas. Dan dalam hal ini, Sasa telah memberikan jawaban yang paling telak dan, tentu saja, paling lezat
Tags: Iklan Sasa, Sasa Anime, Animasi Merah Putih, One For All, Kontroversi, Viral, 17 Agustus, Animasi Indonesia, Standar Kualitas, Iklan Viral, Sasa Melezatkan, Industri Kreatif