Jakarta - Program bincang-bincang satir Metro TV, "Meet Nite Live", kembali menyajikan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah. Dalam episode terbarunya, pembawa acara Valentinus Resa dengan gaya khasnya yang energik dan humoris menyoroti aturan pajak baru yang menargetkan para pedagang online di platform e-commerce.
Dibuka dengan sapaan khasnya kepada penonton setia "Aumania," Valentinus langsung menyentil fenomena buzzer politik sebelum masuk ke topik utama. "Beda sama buzzer politik, akunnya banyak, komennya satu nada," sindirnya, yang disambut tawa riuh studio.
Pemerintah Resmi Tarik Pajak Pedagang Online, Siapa yang Terjepit?
Fokus utama acara malam itu adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5% untuk pedagang di marketplace dengan omzet di atas Rp 500 juta per tahun. Valentinus menyoroti bahwa kebijakan ini menargetkan para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang kini menjadi tulang punggung ekonomi digital.
"Di negara ini, pemerintah paling jago urusan narik pajak. Urusan dompet rakyat dipelototin, ketahuan nambah dikit langsung dipajakin. Tapi urusan kesejahteraan rakyat jarang diperhatiin," ujar Valentinus dengan nada kritis.
Ia menekankan bahwa pajak dikenakan pada peredaran bruto (omzet kotor), bukan keuntungan bersih. Hal ini dinilai sangat memberatkan. "Bayangin aja, udah capek live jualan korden berjam-jam, gayanya udah kayak host TV Madagaskar, pas lihat bukti transferan, lah kok kurangnya segini?" kelakarnya, menggambarkan realitas yang akan dihadapi para penjual.
Ketika CS marketplace menjawab "Negara minta bagian, Kakak!", Valentinus dengan jenaka menimpali dengan jargon viral, "Lampu, Kakak! Uye!"
Dari E-commerce Hingga Media Sosial, Semua Dipelototi
Kritik tidak berhenti di situ. Acara ini juga menyoroti rencana pemerintah untuk memajaki penghasilan dari media sosial pada tahun 2026. Dengan menggunakan kecerdasan buatan (AI), jejak digital warga seperti unggahan liburan atau makan di restoran mahal akan dilacak.
"Jadi entar kalian nge-post makan di resto mahal, kelacak tuh. Nge-post liburan ke luar kota juga kelacak," katanya, menggambarkan potensi intrusi kebijakan ini ke ranah privat warga.
Suara Kritis dari Berbagai Pihak
"Meet Nite Live" juga merangkum berbagai suara kritis dari para ahli dan pemangku kepentingan, antara lain:
Rahayu Saraswati (Wakil Ketua Komisi VII DPR RI): Menegaskan bahwa tidak semua UMKM bisa disamaratakan, karena ada yang modalnya miliaran dan ada yang hanya bermodal ponsel bekas dengan touchscreen yang sering typo.
Tulus Abadi (Forum Konsumen Berdaya Indonesia): Menyebut kebijakan ini kontraproduktif di saat sektor riil sedang lesu.
Budi Primawan (Asosiasi E-commerce Indonesia): Menyatakan bahwa beban pajak pada akhirnya akan dilimpahkan kepada konsumen, membuat harga barang naik.
Pajak untuk Rakyat atau Fasilitas Pejabat?
Puncak dari monolog kritis Valentinus adalah pertanyaan fundamental mengenai tujuan dari penarikan pajak yang semakin gencar ini. Ia mempertanyakan apakah dana tersebut benar-benar untuk mensejahterakan rakyat atau hanya untuk memfasilitasi para pejabat.
"Kalau pajak dipungut terus tapi rakyat jarang diurus, itu bukan pajak, itu malak!" tegasnya, disambut tepuk tangan penonton.
Ia menutup segmen dengan pesan kuat bahwa rakyat tidak hanya berkewajiban membayar pajak, tetapi juga berhak menagih hasilnya kepada negara. "Dikit-dikit pajak, apa-apa pajak, rakyat lama-lama bisa teriak. Ingat, jangan lupa bayar pajak, tapi jangan lupa juga untuk nagih hasilnya ke negara!" tutupnya.
Episode ini sekali lagi membuktikan posisi "Meet Nite Live" sebagai acara yang berani menyuarakan keresahan publik dengan kemasan yang cerdas dan menghibur.